Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2020

Untitled #2

Gambar
tak perlu mengiba aku tak meminta tak usah bersimpati aku terbiasa sendiri bukannya angkuh hanya aku tak mau terlihat rapuh sebab aku tak ingin menambah beban, pada pundakmu yang sudah penuh tanggungan tak apa, sembuhkanlah lukamu dahulu tak perlu terbebani oleh kepedihanku

Untitled #1

Gambar
Meski tak semua orang bisa melihatnya, tapi aku bisa. Setiap aku melihat kedua bola matamu. Juga senyum di bibirmu. Luka itu, yang kau simpan jauh di dasar hatimu. Yang sekuat tenaga coba kau kubur. Memang hampir tak terlihat lagi. Namun sejatinya ia tak pernah pergi. Kau tak pernah menunjukkan air mata di depan manusia lainnya. Kau bilang, air matamu, hanya Tuhan yang boleh melihatnya. Ketegaranmu membuatku kagum. Namun iba pada waktu yang sama. Suara tawamu lebih terdengar seperti tangisan untukku. Jeritan sukma yang meminta bantuan. Memohon untuk dibebaskan dari jelatan tali, yang mengikat kaki. Yang membuatmu tak pernah beranjak dari tempat yang sama. Kau masih terdiam di sana. Menatap punggung orang-orang yang telah jauh melangkah. Tertinggal. Kesepian. Haruskah aku ke sana? Membuka jerat yang menahanmu? Namun, bisakah aku melakukannya? Sedang aku pun masih tertatih menyembuhkan lukaku sendiri.

Apakah Ada Kata Terlambat?

  Orang-orang sering bilang, “tak ada kata terlambat”. Menurutku, kata “terlambat” itu ada. Di KBBI saja ada, dalam kehidupan sehari-hari realitas terlambat itu ada. Dalam memulai pun “terlambat” itu ada. Termasuk dalam bermimpi, “terlambat” itu ada. Aku, misalnya. Setelah lulus kuliah baru menyadari bahwa banyak hal yang seharusnya aku lakukan semasa kuliah. Bahkan seharusnya aku lakukan dari sejak aku SMA. Lebih bersosialisasi, mengikuti kegiatan non-akademik, mengembangkan diri, mengasah skill di lapangan, dan banyak hal lainnya. Kadang aku menyesal, “ah… kenapa baru sekarang aku sadar? Kenapa aku gak melakukannya dari dulu?” Apakah aku terlambat? Tentu, di dunia ini selalu ada batasan waktu. Mencari pekerjaan, contohnya. Ada batasan usia. Selalu. Maknanya apa? Begini, di usia sekarang, seharusnya aku sudah melakukan banyak hal, yang bisa aku masukkan ke dalam CV-ku. Namun nyatanya tidak. Kenapa? Karena aku “terlambat”. Aku tidak melakukannya sedari dulu, pada “waktunya”. Aku

Allah Selalu Memberi yang Terbaik

  Sudah jam setengah 9 malam dan aku masih belum mendapatkan ide mau menulis apa. Oke, ini hanya intermezzo aja. Siasat agar bisa nambah paragraf, hehehehe . Aku mau cerita aja deh. Semoga ada hikmah yang bisa diambil ya. Jadi, hari Sabtu si doi pengen ditemenin buat beli HP. HP-nya tuh harus Xiaomi Poco X3 NFC (bukan iklan ya, tapi emang biar kebayang gimana susahnya nyari HP ini hahaha ). Dan dia gak mau beli online. Padahal itu barusan banget rilis jadi bakalan jarang banget masuk ke toko offline . Kami meluncur ke BEC (Bandung Electronic Center) sekitar jam 4 sore dan sampai di sana jam setengah 6 sore. Dari sekian banyak toko yang dikunjungi, termasuk Mi Store, akhirnya kami menemukan satu toko yang punya stock terakhir. Hanya tinggal satu lagi. Harganya 3,6 juta. 500 ribu lebih mahal dari harga flash sale pertama. Ya akhirnya doi memutuskan untuk membeli, karena tidak ada pilihan lain. Namun sialnya, kartu ATM-nya tiba-tiba dalam status disable. Dalam status tersebut,

Pengganti

Raga yang fana Jiwa yang tak selamanya ada Resah Gelisah Mereka telah berjuang Berkorban jiwa dan raga Hanya demi satu kata, MERDEKA! Kini mereka tiada Tak rela jika perjuangannya sia-sia Akankah ada yang bisa dipercaya? Pundak siapakah yang sanggup memikulnya? Tenanglah, selalu ada harapan Anak-anakmu ini hidup bukan tanpa tujuan Kamilah yang akan meneruskan perjuangan Di pundak kami, amanah itu kami emban Sesekali mungkin kami nampak gegabah Terkadang juga terlihat barbar Namun percayalah Kami hanya perlu waktu belajar Bimbinglah kami Sebab kamilah sang pengganti

Terluka

Luka butuh waktu untuk sembuh Tak apa, ambil waktumu Tak perlu memaksa jika memang belum pulih sepenuhnya Kita ini manusia Wajar jika terluka Tak perlu menundukkan kepala Toh semua orang juga punya luka Tak apa jika sesekali kita tak baik-baik saja Kita juga perlu merasakan luka untuk tahu apa itu bahagia

Jika

 Jika memang belum harinya Tak apa Aku tak akan memaksa Engkau Yang Tahu segalanya Jika belum saatnya kudapati Biarlah aku teruskan lagi Perjalanan yang harus aku lalui Hingga tiba saatnya Kau beri Jika bukan yang terbaik Dan aku harus berhenti Tak akan juga kusesali Segala usaha yang telah aku jalani Hidup memang misteri Tak ada yang tahu dengan pasti Bagaimanakah cerita yang akan terjadi

Hujan

Hujan memang tak hanya menyisakan genangan, tapi juga kenangan. Banyak hal yang terjadi saat hujan. Menyapa dua makhluk bumi yang bejibaku dengan hidup yang penuh perjuangan. Hujan yang membuatmu menyapaku hari itu. Hanya dengan satu kalimat tanyamu, kita akhirnya saling menemukan. Menemukan jawaban atas pertanyaan bersama siapakah masa depan ingin kita habiskan. Hujan pula yang seringkali menemani kita mengelilingi kota, dengan motor tuamu. Yang membuatku merasa nyaman duduk di atasnya. Jauh lebih nyaman dibandingkan motor ratusan juta sekalipun.  Hangatnya perasaan berada di sampingmu mengalahkan dinginnya udara Kota Bandung. Meski kita hanya menghabiskan waktu untuk bertukar cerita dan tawa. Sesekali bahkan bertukar kecewa juga duka. Tak perlu makanan mewah, hanya Indomie telor yang dimasak seadanya.  Ditemani anime atau drama Korea Hujan kembali memberikan romansa di hari minggu kita. Bahagia tak selalu harus rumit. Tak harus mewah. Tak harus mahal. Justru seringkali bahagia datan

Tantangan (Tambahan) Orang Tua di Masa Pandemi

Sudah sekitar 7 bulan lamanya sejak si kecil Covid-19 masuk secara resmi ke Indonesia. Dasar memang tak tahu diri, dia masih saja betah di negeri orang. Karena keberadaannya, tatanan masyarakat berubah. Masyarakat harus diam di rumah, yang otomatis berdampak kepada hampir seluruh aspek kehidupan. Mulai ekonomi, sosial, bisnis, pariwisata, tak terkecuali pendidikan. Meski si makhluk kecil itu masih berkeliaran di negeri kita tercinta ini, namun berbagai daerah telah menjalankan aktivitas ekonomi dengan adaptasi kebiasaan baru. Pasar dan supermarket serta mall sudah kembali dibuka. Begitu pun dengan tempat wisata. Namun sayang, proses pembelajaran mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi masih harus dilakukan secara daring . Bagi anak-anak yang sudah berada di tingkat SMP hingga PT mungkin sudah bisa mandiri. Emak nya tak harus repot-repot mendampingi sang anak untuk belajar secara daring . Yang jadi bahan curhatan emak-emak dengan adanya sistem belajar daring ini adalah kesulit

You Don't Know What It's Like

I know you've got the best intentions Just trying to find the right words to say I promise I've already learned my lesson But right now, I wanna be not ok I'm so tired, sitting here waiting If I hear one more "Just be patient" It's always gonna stay the same So let me just give up So let me just let go If this isn't good for me Well, I don't wanna know Let me just stop trying Let me just stop fighting I don't want your good advice Or reasons why I'm alright You don't know what it's like You don't know what it's like Can't stop these feet from sinking And it's starting to show on me You're staring while I'm blinking But just don't tell me what you see I'm so over all this bad luck Hearing one more "Keep your head up" Is it ever gonna change? So let me just give up So let me just let go If this isn't good for me Well, I don't wanna know Let me just stop trying Let me just stop fighting I d

Mimpiku adalah Milikku

Aku tidak pernah melupakan hari itu. Bahkan hingga hari ini, setelah 10 tahun berlalu. Saat mimpi dan kerja kerasku di musnahkan oleh ayahku sendiri. Sertifikat kursus programming, yang kubayar dengan uang saku yang kukumpulkan sendiri, dibakar oleh ayahku. Padahal untuk mendapatkannya, aku rela berjalan kaki dari rumah ke sekolah sejauh 20 km. Aku menabung uang ongkosku demi mengikuti kursus itu. Dan mendapatkan sertifikat itu bukanlah hal yang mudah, terlebih di masa itu. Aku mengikuti kursus itu sebab aku tahu jika ayah tidak akan membiayai kuliahku jika aku ngotot ingin kuliah programming. Sudah berkali-kali aku mengatakan keinginanku. Namun ayah selalu menganggapnya angin lalu. Ayah menganggap itu hanya omong kosong anak remaja yang masih menggebu-gebu emosinya. "Apa susahnya sih nurut apa kata ayah? Sekolah dulu yang bener ! Jadi juara kelas aja gak pernah. Malah ikut kursus gak jelas." Tak sedikitpun ada kata maaf yang keluar dari mulutnya. Aku tak menjawab,