Hidup Kita adalah Tanggung Jawab Kita Sendiri

Choi Yi-han: "Masyarakat dan sekolah bahkan tidak tertarik pada Lee Ho Jin yang dibesarkan oleh orang tua seperti itu. Boleh dibilang, mereka membuat seorang pembunuh."

Yoon Ji-hoon: "Setiap orang punya iblis kecil dalam diri mereka. Jadi, hanya kita sendiri yang bisa menghentikannya. Lee Ho Jin membuat keputusan yang salah."

Itu adalah kutipan dialog sebuah scene  dalam drama korea “Sign” (싸인), episode 18, yang dirilis pada tahun 2011. Sign adalah drama tentang dunia kedokteran forensik. Drama ini menceritakan tentang seorang dokter forensik hebat yang sangat idealis, Yoon Ji-hoon (diperankan oleh Park Shin-yang), yang sangat berpegang teguh kepada kebenaran objektif. Dia tidak memikirkan kekuasaan  dan sama sekali tidak bisa disogok.

Pada episode 19 itu menceritakan akhir dari sebuah kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh seorang pembunuh berantai bernama Lee Ho-jin. Lee Ho-jin yang membenci orang tuanya karena meremehkannya dan tak pernah memperhatikannya, pada akhirnya membunuh orang tuanya.

Dalam dialog di atas, Choi Yi-han (detektif yang ikut menangani kasus Lee Ho-jin) mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh adalah karena bentukan masyarakat di sekitarnya. Lee Ho-jin bersikap demikian dikarenakan perlakuan orang-orang di sekitarnya yang tak peduli pada Lee Ho-jin. Sehingga ia menjadi pembunuh.

Namun Dr. Yoon Ji-hoon membantahnya. Menurut Dr. Yoon, menjadi pembunuh atau bukan adalah pilihannya sendiri. Setiap manusia memiliki potensi keburukan dalam dirinya. Namun ia selalu bisa memilih untuk menjadi baik atau buruk.

Dan aku sepakat dengan Dr. Yoon. Yang memutuskan menjadi orang seperti apa kita, adalah diri kita sendiri. Tuhan sudah memberikan perangkat kepada kita untuk berpikir, merasa, dan membuat keputusan dengan benar. Tidak dipungkiri, pengalaman-pengalaman di masa sebelumnya mempengaruhi bagaimana kita berpikir, merasa, bersikap. Membuat kita memiliki kecenderungan tertentu. Namun, kita memiliki akal dan kehendak. Untuk tak mengikuti sesuatu yang salah. Untuk bisa berubah menjadi lebih baik. Meskipun, tentu tidak mudah. 

Oleh karena itu, tak selalu orang yang memiliki masa lalu yang kelam dan menyakitkan akan memiliki masa depan yang suram dan penuh luka. Hal itu tergantung bagaimana kita menyadari berada di manakah diri kita. Menempatkan masa lalu sebagaimana masa lalu, yang sudah berlalu. Melihat masa kini sebagai kenyataan yang harus dihadapi dan disikapi dengan baik, sebagaimana situasi dan kondisi yang terjadi saat ini. Dan menempatkan sebuah harapan, yang lebih baik, di masa depan.

Sebagai manusia dewasa, yang mandiri, kita selalu bisa memilih. Ingin jadi manusia seperti apakah diri kita. Sebab, hidup kita adalah tanggung jawab kita sendiri.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untitled #4

Apakah Ada Kata Terlambat?