Rasa

#1 Feeling Good?

Riza sudah sampai teras rumahnya tepat beberapa detik sebelum hujan turun dengan sangat deras. Dia segera masuk ke dalam rumah, mengunci pintu dan menutup jendela. Dia bergegas membersihkan diri dan mengganti pakaiannya.

Seperti malam-malam biasanya, Riza yang tinggal sendirian itu kemudian merebahkan dirinya diiringi lagu favoritnya, “Feeling Good” dari Nina Simone. Dia sangat menyukai suara Nina Simone dengan suara yang unik serta karakter yang kuat, katanya. Dia mendengarkan lagu itu setiap malam. Seperti sudah menjadi rutinitas yang tak bisa dia lewatkan. Refleks saja tubuhnya bergerak memutar lagu itu dari gawainya. Namun di saat yang sama, ada yang mengusiknya. Entah sejak kapan ia merasakannya.

Feeling good…?” gumamnya. Tidak beberapa lama, ponselnya berbunyi. Layar menunjukkan nama Bimo, sahabatnya dari kecil. Mungkin juga satu-satunya sahabat dan satu-satunya yang Riza benar-benar anggap sebagai teman. Riza memang orang yang tak terlalu suka bergaul dan berinteraksi dengan orang.

“Za, di mana lo?” tanya Bimo seteleah mendengar “halo” dari Riza.

“Di rumah, Bim. Kenapa?” jawab Riza.

“Ya udah gue ke rumah lo,” sahut Bimo.

“Ya udah,” Riza tidak banyak bicara.

Sekitar setengah jam kemudian Bimo datang. Membawa sekotak pizza dan dua cup kopi espresso kesukaan mereka.

“Nih, gue bawain pizza. Lo belum makan kan, pasti?” kata Bimo. Riza cuma nyengir sembari mengambil membuka kotak pizza dan mengambil satu potongannya.

“Tadi sore Mira telpon gue. Doi bilang lo susah banget dihubungin. Ditelpon ga pernah diangkat. Doi nanya lo baik-baik aja apa nggak. Ya karena gue ngerasa lo baik-baik aja, ya udah gue jawab lo aman. Tapi dia kayak gak puas gitu sama jawaban gue. Lo ada apa sama doi?” Bimo membuka obrolan.

“Gak ada apa-apa,” kata Riza singkat.

Pret lo! Bilang ada apa cepetan!” kata Bimo tanpa basa-basi.

“Gak ada apa-apa… sama Mira,” Riza menjawab lagi.

“Tapi…?” Bimo terus menyelidik.

“Kenapa ini pizza enak banget ya? Laper banget kali gue ya?” Riza malah mengalihkan pembicaraan. Bimo hanya melihat gestur dan ekspresi sahabatnya itu. Bimo tahu ada sesuatu yang mengusik Riza. Yang dia tak tahu adalah apakah yang mengusiknya sahabatnya itu?

“Udahlah, percuma maksa makhluk keras kepala ini cerita,” gumam Bimo dalam hati. “Nyalain dong laptop lo. Udah 3 minggu gue gak ngikutin One Piece,” lanjut Bimo.

“Wah, parah lo. Lagi seru-serunya padahal…” sambar Riza. Dan adegan berikutnya adalah mereka menonton One Piece. Dengan Riza yang terus spoiler diiringi dengan kata-kata kesal Bimo atas kelakuan sahabatnya itu.

“Gue balik dulu, Za. Besok gue masuk pagi. Lo jangan sok misterius. Kalo ada apa-apa bilang sama gue,” kata Bimo berpamitan setelah selesai menonton anime favorit mereka itu.

Riza terdiam sejenak. “Iya, nanti gue cerita kalau gue udah paham masalahnya,” jawab Riza.

“Gue salut sama kemandirian lo menyelesaikan masalah. Tapi inget, lo tuh gak sendiri. Dan minta bantuan orang lain saat lo butuh itu bukan sesuatu yang buruk. Lo jangan songong, ga semua masalah harus bisa lo selesaikan sendiri. Dan itu gak apa-apa. Manusia kan makhluk yang diciptain dengan keterbatasan. Awas lo jangan nunggu stress dulu baru ngomong!” Cerocos Bimo pada sahabatnya yang keras kepala itu.

“Iya. Bawel amat sih lo. Pusing gue. Cepet sana pulang!” Riza segera mengakhiri pembicaraan.

“Oke, gue balik dulu,” Bimo pamit lagi. Dan sekarang benar-benar pamit.

Setelah mengunci gerbang dan pintu rumah, Riza kembali ke kamarnya. Membereskan bekas makannya dan Bimo kemudian kembali merebahkan tubuhnya di kasur.

“Feeling good…?”

***

(Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hujan

I'm (Not) A Teacher

Resensi Buku "Manajemen PIkiran dan Perasaan" Karya Ikhwan Sopa