Kacamata dan Pengakuan Dosa
Aku sebenarnya orang yang berkacamata, sebab mataku mengalami miopi dan astigmatisma. Namun sepertinya lebih dikenal dengan minus dan silindris. Tidak terlalu besar memang, tapi juga tidak cukup kecil. Jadi ketika aku tidak menggunakan kacamata, pada jarak tertentu pandanganku buram. Berkat kacamatalah duniaku menjadi lebih jelas dan terang.
Orang-orang yang cukup lama dan secara langsung mengenalku sepertinya tahu bahwa aku adalah tipe orang yang tidak terlalu suka bergaul dengan banyak orang. Orang-orang terkadang mengklasifikasikan orang sepertiku sebagai introvert. Sebenarnya aku tidak masalah jika berada di tempat yang ramai. Namun aku lebih senang sendiri di tempat yang sepi. Atau jika di tempat ramai pun, aku lebih suka duduk sendiri, mengamati, dibandingkan harus bercengkerama secara langsung dengan orang lain.
Makanya kalau keluar rumah atau jalan-jalan, aku lebih senang sendiri. Kalaupun harus dengan orang lain, cukup 1 atau 2 orang saja. Namun pada waktu tertentu, aku bahkan tidak bisa menoleransi. Pokoknya aku ingin sendiri. Menurutku, seekstrovert apapun, seseorang pasti butuh waktu sendirian.
Lalu, apa hubungannya dengan kacamata? Aku ingin sedikit “pengakuan dosa” sih, hehehe. Aku ini kan orangnya pelupa. Suatu hari, waktu masih kuliah dulu, aku pernah lupa di mana terakhir kali menyimpan kacamata. Karena sudah mendekati jam kuliah, aku harus segera berangkat ke kampus. Terpaksa, aku pergi ke kampus tanpa kacamata.
Memang agak menyiksa sih, aku jadi harus sering menyipitkan mata. Nah, kemudian ada seorang teman yang memanggil dari jarak yang gak bisa aku lihat dengan jelas. Karena aku tidak yakin, jadi ya udah aku abaikan aja. Takutnya salah, kan, nanti dikira kegeeran hahaha. Mungkin dia kesal, akhirnya dia mendekatiku dan mengomel, kenapa aku gak nyaut ketika dipanggil. Aku jelaskan aja kalau aku gak bisa lihat dia tadi karena aku gak pake kacamata. Dan dia maklum. Dari sinilah, terlintas sebuah ide “jahat”.
Suatu kesempatan lain saat aku tidak ingin berinteraksi dengan orang lain, aku menyengaja tidak menggunakan kacamata ke kampus. Agar jika ada yang memanggilku dan aku gak nyaut, aku bisa beralasan aku lagi gak pake kacamata, jadi gak kelihatan. Namun ya memang beneran gak kelihatan. Aku tidak berbohong soal gak kelihatan, kan? Hehehe.
Namun memang sih, melakukan hal itu tuh cukup menyusahkan. Terutama kalau memang banyak yang harus dibaca. Makanya lama-lama aku gak melakukan itu lagi. Aku kalo gak pake kacamata murni karena memang lupa aja. Atau kalau rusak dan menunggu kacamata yang baru jadi.
Itu sekitar 3 tahun yang lalu, sih. Waktu pemikiranku masih cetek. Dan ini aku akui memang salah. Kita ini kan pada dasarnya adalah makhluk sosial. Saling membutuhkan satu sama lain. Harus saling menghargai, meskipun hanya say hi. Bagi beberapa orang, hal-hal sederhana seperti itu pun bisa jadi sangat berarti. Jangan say hi kalau ada butuhnya aja, hehehehe.
Komentar
Posting Komentar