Be a Fighter!

Gini-gini (“gini-ginituh apa coba maksudnya? hahaha), soal olahraga aku gak lemah-lemah banget, meskipun gak bagus juga sih. Believe it or not, aku sempat jadi pemain kelas A di club basket SMP. Meskipun saat itu sepertinya aku adalah pemain yang paling tidak tinggi, hahaha. Namun sejak kuliah, aku udah jarang banget bermain basket lagi. Lebih ke sulit fasilitasnya sih, jarang banget nemu fasilitas basket umum yang layak di sekitar tempat aku tinggal. Sekitar awal semester 5, aku coba deh mengenal olahraga yang belum pernah aku coba sebelumnya, yaitu tenis meja alias pingpong. Sebab kebetulan di kampus fasilitas yang ada hanya olahraga pingpong.

Hingga akhir perkuliahan, aku masih lanjut terus dan cukup rutin bermain selepas magrib. Selain memang untuk menjaga kesehatan fisik, bermain pingpong bagiku juga bisa menjaga kesehatan mental. Cukup banyak pembelajarannya sih, selain juga ada keceriaan ketika bermain. Aku dan teman-teman biasanya mainnya nyantai sih, meskipun tetap ada suasana kompetisinya. Soalnya kalau mau main terus ya harus menang terus. Belajar bersosialisasi, bekerja sama (karena seringnya kita main double), saling menghargai, berpikir strategi, belajar sabar, sportif, berlapang dada, dll. Dari permainan pingpong yang dulu aku alami dan amati, ada sebuah hikmah yang aku pikir bisa aku petik.

Sebagai new-comer, dan baru pertama kalinya main pingpong sepanjang hidup aku, tentu aku gak bisa langsung jadi jago. Bahkan hanya sekadar untuk bermain bagus pun rasa-rasanya masih belum, masih sering melakukan kesalahan. Dan memang biasanya juga aku main bersama teman-teman yang sama-sama newbie, hehehe. Ada juga memang teman-teman yang udah jago dan udah duluan mainnya. Bahkan bagi yang udah jago pun, pertandingannya ga selalu berjalan mulus. Ga selalu menang terus. Emang bisa jadi mungkin karena partnernya yang gak jago (misalnya kalo yang jago itu partneran sama aku, hahaha). Bisa jadi karena over-confidence, atau sebaliknya, karena mentalnya udah kalah duluan.

Sebenarnya bagi beberapa orang, ketika berhadapan denganku, yang mungkin cukup mereka perhitungkan dari aku adalah servisku yang katanya susah dikembalikan. Walaupun bagi orang-orang tertentu biasa aja sih. Aku beberapa kali mendapatkan respon, “waduh” ketika mereka akan menerima servisku, dan meminta beberapa waktu untuk menarik nafas hehehe. Dan ketika beneran gak bisa mengembalikan bolaku, bola kedua pun kecenderungan jadi tidak bisa dikembalikan (mainnya 11 angka 2 set, jadi masing-masing pihak dapet 2 kali kesempatan untuk memulai servis). Padahal bolaku juga gak selalu gagal dikembalikan oleh teman-teman.

Aku juga kadang begitu sih ketika menghadapi orang-orang yang servisnya sulit aku kembalikan, atau aku belum tahu bagaimana cara mengembalikannya. Aku sering khawatir dan pesimis juga kalau berhadapan dengan orang yang aku anggap jago. Padahal gak selalu juga bolanya gagal aku kembalikan. Entah mungkin dia berbaik hati saja memberikan serve yang gampang, hahaha. Cuman, aku pikir dan rasakan begini, jika ada rasa pesimis maka akan mempengaruhi kefokusan, energi dan kemampuan yang keluar gak optimal. Namun berbeda dengan waspada ya. Kalau waspada menurutku adalah menyadari bahwa di akan ada ancaman yang dihadapi, sehingga kita harus berhati-hati dan bersiap jika ancaman tersebut memang muncul. Sedangkan pesimis adalah berbicara soal masih ada atau tidaknya harapan akan keberhasilan atau keselamatan. Yang merugikan itu rasa pesimis.

Selain itu, permainan pingpong yang tidak jarang aku amati maupun alami adalah kondisi dimana skor satu pihak dengan pihak lain itu sangat jauh berbeda. Respon tim yang ketinggalan jauh itu aku lihat berbeda-beda. Ada yang bilang “udahlah ini mah gak akan bisa nyusul”, “udahlah percuma, gak ada harapan, jauh banget skornya”. Dan secara performa mainnya jadi seadanya, lemes, dan terkesan asal-asalan serta membuang-buang kesempatan. Aku juga ada kalanya begitu ketika set pertama sudah kalah, dan set kedua juga skornya tertinggal jauh.

Namun ada juga yang menyikapinya dengan optimis dan strategis. Menyemangati rekannya, mengingat-ingat kesalahannya dan mencari cara agar tidak melakukan kesalahan yang sama, lebih berhati-hati, dan selalu bilang “ayo, masih ada kesempatan”, “deuce, deuce” jika itu set kedua. Dan memang tak jarang juga aku temui, kalaupun memang akhirnya tidak menang, perbedaan skornya menjadi tidak jauh. Bahkan ada juga yang sampai bisa membalikkan keadaan dan akhirnya bisa memenangkan set atau game tersebut.

Dari semua itu, menurutku yang penting adalah mental kita jangan kalah dulu. Kalo mentalnya udah kalah, pesimis, ngerasa percuma dan gak ada harapan, itu berarti memang kita sudah kalah. Gak akan punya energi untuk mengerahkan seluruh kemampuan yang maksimal. Dan ketika mengerahkan semua yang bisa dilakukan di sisa kesempatan, selain menghindarkan dari rasa malu (setidaknya misalnya selisih skornya jadi tidak terlalu jauh) atau malah membawa kemenangan, juga (yang aku rasakan) memberikan sebuah kepuasan. Sebab sudah berusaha hingga akhir dan mengerahkan seluruh kemampuan. Apalagi kalau menang hehehe.

Memang, aku tidak bilang bahwa itu adalah satu-satunya faktor kemenangan dan pasti akan membawa kepada kemenangan. Tapi setidaknya dengan memiliki mental pejuang yang tidak menyerah hingga akhir itu yang meningkatkan kemungkinan untuk menang. Jika pun kalah pada akhirnya, tapi itu kekalahan yang tidak memalukan. Punya pengalaman untuk terus berjuang dalam kondisi sesulit apapun akan membentuk kita untuk tetap bisa bertahan dalam situasi penuh tekanan.

Contoh dalam olahraga lainnya. Aku memang tidak mengikuti pertandingan sepakbola sehingga tidak memiliki banyak pengetahuan disana. Namun, beberapa orang pernah bercerita, bahwa dalam pertandingan-pertandingan sepakbola juga ada tim-tim yang bisa membalikkan keadaan justru di akhir pertandingan atau di injury time. MU, Barca,  Liverpool, Chelsea pernah mengalami hal tersebut (katanya sih, CMIIW, bisa searching-searching juga beritanya di situs berita olahraga hehehe).

Nah, aku pikir hal yang sama berlaku dalam menyikapi setiap masalah dalam hidup. Kita pasti tidak bisa lepas dari masalah. Ada masalah yang kita masih optimis bisa menyelesaikannya. Namun ada juga masalah yang mungkin membuat kita pesimis. Yang membuat kita hampir putus asa. Namun, di saat-saat kita ingin menyerahlah justru kita harus menguatkan diri kita untuk terus berjuang. Kita kita terus berjuang, memang belum tentu juga berakhir pada kesuksesan. Namun jika kita menyerah, hasilnya sudah pasti: kita telah kalah.

Ini, yang aku rasakan dan amati, perspektif aku dalam mengambil hikmah dari pengalamanku. Bagiku sih motivasi untuk membangun mental pejuang, yang tak akan pernah menyerah hingga batas akhir usaha. Sekalipun seolah tak ada harapan, aku akan tetap menciptakan harapan. Tetap berusaha dan mengerjakan apa yang bisa dikerjakan hingga batas dimana kita tidak bisa lagi berusaha, meskipun nyatanya banyak yang masih perlu dikerjakan. Masih jauh menuju selesai. Ibaratnya, seperti melihat tanjakan yang terjal dan panjang. Akan terlihat sangat berat. Tapi jika kita maju, selangkah demi selangkah, kita tetap menciptakan jarak dari posisi semula. Bahkan, tanjakan terjal yang awalnya kita pikir tak bisa kita lalui, pada akhirnya bisa kita taklukkan.

Memang banyak kesalahan yang aku lakukan. Banyak hambatan yang sudah dan mungkin akan terus dihadapi. Namun aku belajar, bahwa menyerah bukanlah pilihan yang harus aku ambil, di kala masih ada waktu untuk berjuang.

Every winner is always a fighter. And a fighter, somehow, is still a winner. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hujan

I'm (Not) A Teacher

Resensi Buku "Manajemen PIkiran dan Perasaan" Karya Ikhwan Sopa