Review Film “Tilik” (2020) dan “Cream” (2017): Fenomena Masyarakat yang Mudah Termakan “Katanya”
Review Film “Tilik”
Beberapa bulan ke belakang, ketika saya membuka twitter saya menemukan banyak sekali meme tentang Bu Tejo. Awalnya saya tidak paham, ini Bu Tejo tuh siapa sih? Ternyata, Bu Tejo adalah salah satu tokoh dalam film pendek “Tilik” yang viral beberapa waktu lalu. Tapi, saat itu saya belum punya ketertarikan untuk menontonnya. Namun saya harus menontonnya sebagai tugas dari proses rekrutmen komunitas ODOP.
Kesan pertama saya ketika melihat film ini adalah hal ini relate banget dengan fenomena yang sering saya temui. Film “Tilik” ini berdurasi sekitar 32 menit. Dalam 32 menit itu, scene yang ditampilkan hanya satu yaitu perjalanan ibu-ibu dari desa yang ingin menjenguk Bu Lurah yang sedang dirawat di rumah sakit. Mereka pergi dari desa ke rumah sakit di kota menggunakan truk bak terbuka. Nah, selama perjalanan itulah Bu Tejo ini memancing perghibahan tentang sesosok gadis desa bernama Dian.
Bu Tejo adalah sosok ibu-ibu yang cukup dominan di antara ibu-ibu yang lain. Bu Tejo ini digambarkan orang yang melek internet dan cukup kritis sebenarnya. Hanya dia ini julid dan provokatif banget. Saya sempat merasa tidak nyaman melihatnya. Di dalam kehidupan saya juga merasa kurang nyaman dengan orang-orang semacam Bu Tejo ini.
Di antara ibu-ibu itu ada Yu Ning yang memiliki hubungan keluarga dengan Dian. Yu Ning selalu menjadi pihak yang menetralisir virus ghibah dari Bu Tejo. Yu Ning selalu mengatakan kepada Bu Tejo untuk tidak mengatakan sesuatu yang belum ada buktinya, nanti jatuhnya fitnah. Yu Ning ini digambarkan sebagai orang yang tidak melek internet. Bahkan telepon genggam yang digunakannya juga telepon genggam biasa, bukan ponsel pintar.
Dian diceritakan sebagai anak yang cantik, dari keluarga yang biasa-biasa saja. Dan sudah cukup umur untuk menikah namun tidak kunjung menikah. Yang digosipkan oleh Bu Tejo tentang Dian adalah bahwa Dian memiliki pekerjaan yang tidak baik. Hal itu dikarenakan Dian berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, tidak kuliah, tapi memiliki barang-barang bagus. Dan terdapat detail-detail perghibahan lain tentang Dian yang akan lebih seru jika teman-teman menontonnya sendiri.
Sebelumnya saya pernah bilang kalau saya tidak nyaman melihat sosok Bu Tejo. Namun anehnya saya tetap melanjutkan menonton, selain memang karena tuntutan tugas, saya juga penasaran bagaimana sih akhir ceritanya. Entah ada magis apa dalam film ini. Dan yang saya takjub dari film ini adalah betapa naturalnya ibu-ibu itu berghibah. Saya seperti tidak sedang menonton film, melainkan melihat sekumpulan ibu-ibu yang secara natural sedang berghibah. Hahahahaha.
Tapi film ini menyuguhkan sebuah plot twist yang cukup mengejutkan. Jujur saja saya tidak menyangka ending-nya ternyata begitu. Saya beri sedikit clue, ternyata yang dibicarakan oleh tukang ghibah belum tentu salah. Dan terlalu polos juga bukan sesuatu yang benar.
Review Film “Cream”
“Cream” adalah sebuah film pendek berbentuk animasi yang menceritakan tentang penemuan sebuah krim yang bisa memperbaiki segalanya. Benar-benar segalanya, baik manusia, tumbuhan, hewan hingga benda mati. Hingga pada suatu titik, diprediksi bahan untuk membuat krim tersebut akan habis. Sehingga sang penemu menciptakan krim tersebut bisa menduplikasi dirinya sendiri. Dan bukan hanya krim tersebut yang bisa diduplikasi, segala hal juga bisa diduplikasi oleh krim tersebut. Krim tersebut menjadi “barang wajib” yang ada di setiap rumah. Dengan adanya krim tersebut tentu semua orang cukup membeli sesuatu satu kali lalu bisa diduplikasi sebanyak-banyaknya bahkan bisa ditingkatkan kualitasnya.
Hingga akhirnya ditunjukkan ada sebuah scene beberapa orang yang digambarkan orang kaya (dalam analisis saya sepertinya adalah pebisnis) yang mengangkat telepon dan mengatakan, “no”. Kemudian muncullah berita-berita buruk tentang Cream tersebut. Mulai dari Cream itu menyebabkan AIDS, dibuatnya dari bayi korban orang fedofil hingga berita-berita mengenai penyalahgunaan Cream oleh orang-orang. Sejak saat itu, orang-orang yang menggunakan dan menjual Cream ditangkapi oleh Polisi. Masyarakat termakan oleh isu tersebut. Daaaan… jeng jeng jeng ternyata muncul produk krim baru yang hanya memperbaiki wajah sewajarnya dan tidak dapat diduplikasi.
Film ini cukup menarik bagi saya, sebab menunjukkan fenomena yang memang terjadi di masyarakat. Meskipun saya pikir penemuan krim tersebut tidak masuk akal. Namun inti yang disampaikan bisa cukup ditangkap. Hanya, jujur saja saya tidak suka jenis animasinya yang creepy sehingga bagi saya itu tidak menyenangkan untuk dilihat.
Hikmah dari Film “Tilik” dan “Cream”
Kedua film ini saya pikir memiliki gagasan yang sama meski disajikan dengan cara yang berbeda, yaitu tentang fenomena masyarakat yang cenderung tertarik kepada isu yang kontraversial dan mudah percaya kepada berita yang belum dicek kebasahannya. Sebenarnya mungkin fenomena ghibah dan fitnah sudah ada. Namun dengan semakin canggihnya teknologi dan sistem informasi, membuatnya lebih mudah tersebar dan menjangkau massa yang lebih banyak.
Hikmahnya, seiring dengan berkembangnya teknologi dan sistem informasi, maka harus diimbangi dengan sikap yang kritis, tidak bergesa-gesa untuk menyimpulkan dan selalu mengecek kebenaran sesuatu sebelum membuat kesimpulan dan bersikap.
Semoga kita menjadi orang-orang yang bijaksana dalam menggunakan teknologi yang semakin berkembang ini.
#OneDayOnePost
#ODOP
#ODOPChallenge2
Saya juga nggak nyangka, Kak, akhir ceritanya akan seperti itu. Yah, tapi kata sutradaranya itu menunjukan bahwa perempuan punya kemerdekaan untuk memilih setiap keputusan dalam hidupnya. Walaupun agak nggak sreg sama akhir cerita, setidaknya film Tilik sangat menghibur dan memberikan banyak pesan untuk penonton :)
BalasHapussetuju dengan konklusi tulisannya, kita harus kritis dengan segala hal yang beredar di sekitar kita
BalasHapusOh iyaaa betul hehehe. Itu saya ngetiknya yang tergesa-gesa dan udah ngantuk. Makasih banyak
BalasHapusuatb koreksinya :)
Nah loh typo lagi wkwk
BalasHapusaku nikmatin banget nonton film Tilik ini kak, seru dan jadi rindu sama bahasa Jawa hehe
BalasHapusgak kepikiran kalau ada sudut dari situ ya ... keren kak ... lanjtkan
BalasHapusTilik seru ya...
BalasHapus