Menghargai Diri Sendiri

Bulan lalu, saya mengikuti sebuah event dari Ruang Nulis (instagram: @ruang_nulis). Event tersebut adalah tantangan 10 hari menulis di instagram dengan tema “Alasan Aku Menulis”. Jika berhasil menulis 10 hari tanpa terputus, tulisan semua finisher dibukukan. Alhamdulillah, saya menjadi salah satu finisher dan tulisan saya dibukukan serta nama saya nyempil di antara nama-nama finisher lain di cover belakang buku. Dan tanggal 11 September 2020 prapesan buku tersebut sudah dibuka.

Ketika melihat pamflet prapesan tersebut, tentu saya senang. Harapan saya bahwa tulisan saya dibukukan ternyata terwujud. Meskipun ya nulisnya masih rembukan, hehehe. Namun saya tetap senang, salah satu harapan saya di tahun ini terlaksana. Meskipun tidak seperti harapan ideal.

Namun ternyata sisi negatif diri saya kadang suka muncul seenaknya. Saya berpikir, “itu kan gampang sih. Semua orang juga bisa. Tulisan kamu masih jelek gitu kok, Ver. Jangan bangga dulu.” Dan ya, secara objektif memang tulisan tersebut tidak diseleksi. Yang penting konsisten menulis 10 hari tanpa terlewat, dengan mematuhi syarat minimal 75 kata. Serta disiplin laporan.

Salah satu kelemahan saya memang kurang bisa menghargai diri sendiri. Yang sampai kini masih terus saya usahakan untuk perbaiki. Setiap saya menghasilkan sesuatu, saya selalu mengecilkan usaha saya. 

“Jangan seneng dulu, itu loh biasa aja.”

“Jangan bangga dulu. Masih banyak kali yang jauh lebih hebat dari kamu.”

Pokoknya, gak boleh seneng. Gak boleh puas. Gak boleh bangga. Sebab salah satu orang tua saya selalu mengajarkan saya untuk melakukan segalanya dengan perfect. Harus bisa mencapai maksimal yang bisa dicapai. Misal dulu waktu sekolah, saya gak cukup cuma juara kelas aja. Harus jadi juara umum juga. Kalau lomba, jangan puas kalo cuma bisa menang di tingkat Kota. Harus nasional bahkan kalau bisa internasional. Dan atas prestasi-prestasi saya yang beliau anggap belum sempurna, saya gak pernah mendapatkan apresiasi. Ditambah kondisi lain dalam keluarga, membuat saya merasa rendah diri dan minderan.

Tapi itu dulu sih. Sekarang udah gak separah dulu. Saya mulai bisa belajar untuk mengapresiasi setiap progress yang saya lakukan. Meskipun ya masih tetap suka muncul tuh pikiran-pikiran negatifnya.

Sebenarnya sikap tidak cepat puas itu bagus. Stay foolish stay hungry. Agar kita senantiasa termotivasi untuk meningkatkan kualitas diri kita. Namun, kasihan juga diri kita jika usahanya tidak diapresiasi. Penghargaan juga bukannya bagian dari kebutuhan alamiah manusia? Jika tak dihargai oleh orang lain, setidaknya dihargai oleh diri sendiri pun cukup.

Menghargai diri sendiri dengan takaran yang pas dan objektif justru bisa jadi dorongan positif. Dan itu juga bisa membuat kita lebih percaya diri. Makanya, tulisan-tulisan saya banyak mengatakan soal mencintai dan menghargai diri sendiri. Because those words are made for me, for my own self. Kata-kata itu seperti sisi saya yang lain, untuk menetralisir pikiran-pikiran negatif saya. 

Kembali kepada kasus tantangan 10 hari menulis tadi. Saya berpikir bahwa memang iya sih kualitas tulisannya gak bagus. Tapi kan, konsistensi saya bisa menulis selama 10 hari hingga lolos menjadi finisher juga sesuatu yang baik. Yang belum tentu semua orang bisa. Nyatanya, ada juga yang gugur. Termasuk dalam disiplin melapor serta mematuhi semua syarat penulisan. Di beberapa postingan pun ada kok yang mengapresiasi dan merasa bahwa apa yang saya tulis ada manfaatnya bagi mereka. 

Saya pernah menulis begini:

“Menjadi orang ‘baik’-lah pada dirimu. Jangan mengacuhkannya saat ia terpuruk. Ajak dia bangkit. Bukan malah semakin menginjaknya. Bukan tambah mencacinya. Setidaknya, jadilah 1 orang dari 7 miliar manusia di bumi, yang masih mau menerima dirimu. Dan perlahan menuntunnya untuk kembali hidup.”

Iya, jadilah orang baik kepada dirimu sendiri. Orang baik yang membantumu tumbuh. Orang baik yang mengingatkan dirimu saat kamu salah. Orang baik yang mampu menghargaimu sesuai dengan kadarnya. Tak apa jika 7 miliar manusia di muka bumi ini tak peduli padamu. Namun, kamu harus jadi 1 orang yang selalu peduli dan mencintai dirimu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hujan

I'm (Not) A Teacher

Resensi Buku "Manajemen PIkiran dan Perasaan" Karya Ikhwan Sopa