Cikaracak Ninggang Batu Laun-Laun Jadi Legok


    Salah satu paribasa (peribahasa) Sunda yang selalu aku temui dalam pelajaran Bahasa Sunda sejak SD hingga SMA adalah: “Cikaracak ninggang batu laun-laun jadi legok”. Kalau diartikan kira-kira begini, “air tetesan jatuh ke atas batu, lama-lama bisa menjadi lubang (cekungan, di batu tersebut).” Mungkin tidak benar-benar akurat, tapi begitu kurang-lebih intinya. Terbayang, kan, maksudnya? Jika batu terus-menerus ditetesi air, lama-lama batu tersebut juga bisa terkikis. Sekalipun air yang menetesnya itu kecil.

Aku tertarik dengan peribahasa ini, sebab aku pikir jika masyarakat Sunda mengenal pepatah ini maka masyarakat Sunda mestinya mengenal pula nilai yang terkandung di dalamnya. Kalau itu memang nilai-nilai yang baik dan benar, maka aku pikir itu harus dipegang kuat sebagai pedoman dalam hidup. Sebenarnya banyak juga peribahasa lainnya, tapi kali ini ingin membahas ini dulu aja.

Yang aku pahami dari peribahasa “cikaracak ninggang batu, laun-laun jadi legok” ini adalah bahwa kesabaran dan konsistensi pasti akan membuahkan hasil, sesulit dan selama apapun. “Cikaracak” adalah air yang menetes. Air yang “menetes” pasti kecil, kan? Sebab jika air itu deras, pasti bukan disebut tetesan. Dan batu adalah sesuatu yang sangat keras dan tidak mudah dihancurkan. Namun, jika terus-menerus ditetes air tanpa henti, pada akhirnya batu tersebut bisa terkikis juga. Meskipun memang membutuhkan waktu yang lama. Namun di sanalah justru letak pelajaran mengenai kesabaran.

Dalam hidup, kita pasti ingin mencapai atau mendapatkan sesuatu yang besar. Karena besar, maka mendapatkannya pun pasti tidak mudah. Terkadang kita pun tak bisa mengambil langkah yang besar sekaligus. Hal-hal tertentu butuh proses yang lebih lama, butuh waktu yang lebih lama. Namun, jika kita konsisten terus melakukan usaha-usaha untuk mendapatkan hal tersebut, pada akhirnya semua usaha dan penantian kita pasti membuahkan hasil. Selama kita terus bergerak dan melangkah, sekecil apapun, kita akan selalu lebih dekat dengan apa yang kita tuju.

Seperti itu juga aku menghayati proses yang aku lakukan untuk bisa menjadi seorang penulis profesional. Mungkin sekarang aku hanya masih bisa menulis seadanya. Hanya menulis hal-hal yang biasa saja, dengan sedikit pembaca. Namun aku tidak ingin terus-menerus begini-begini saja. Aku ikut event menulis, lomba menulis, hingga mengikuti komunitas menulis serta terus belajar mengamati dan mengikuti materi-materi kepenulisan. Semuanya demi membentuk kebiasaan dan kemampuanku dalam menulis. Maka semoga suatu saat aku bisa menghasilkan tulisan yang semakin baik dan bisa memberi manfaat lebih besar untuk banyak orang.

Namun perlu diingat juga, bukan berarti kita harus minim usaha dan tidak masalah jika membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai sesuatu. Esensinya di sini adalah bahwa konsistensi dan kesabaranlah yang bisa mengantarkan kita pada keberhasilan. Justru kupikir kita harus melihatnya dari sudut pandang yang lebih optimis. Jika memang dengan upaya-upaya kecil saja jika konsisten dan sabar akan membuahkan hasil, apalagi jika usahanya besar dan diiringi konsistensi serta kesabaran? Bukankah akan semakin mendekatkan kita kepada keberhasilan?

Namun sekecil apapun, kita harus selalu menghargai progres yang kita buat dalam hidup. sekecil apapun, perkembangan adalah perkembangan. Selalu lebih baik dibandingkan diam di tempat. Yang penting, ingat untuk selalu bergerak diiringin dengan kesabaran serta konsistensi. Inshaa Allah, apapun yang kita inginkan, akan kita dapatkan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

I'm (Not) A Teacher

Hujan

Resensi Buku "Manajemen PIkiran dan Perasaan" Karya Ikhwan Sopa